Teruntuk Ayahanda Tercinta kh. Zainullah Rais Lc.

Sekali lagi hidup mengajarkan banyak nilai, dalam banyak kesakitan

Masih terekam jelas dalam memori kecilku

Saat itu, aku kecil tergopoh-gopoh dengan tas lusuh masuk ke naungan pondokmu

Kau menyambutku, di gedung GESERNA dengan beberapa wejangan indahmu

Wajahmu teduh, berwibawa, gurat-gurat ketampanan mudamu sudah separuh hilang

Tergantikan dengan potret penuh nilai dalam dunia-dunia dongeng

Kemudian hari, aku sering melihatmu

Berkeliling dengan sepeda motor merahmu

Kadangkali juga berjalan kaki

Menghirup aroma yang sama dengan kami

Duduk di taman dengan kardu-kardu indah

Mencintai dan menjaga kami dari jarak yang begitu  dekat

Kau panutanku, kekagumanku, dan orang tuaku

Teringat dirimu, pecinta budaya membaca

Pendukung dunia kepenulisan, penegak keras peraturan berbahasa

Beberapa kali aku bertemu denganmu di kelas

Dengan satu ruangan yang sama

Betapa anakmu ini sangat tidak bersyukur

Saat orang-orang lain ingin kau mengajar mereka

Diri ini malah dengan tidak berdosanya, tidur di kelasmu

Entahlah, kami selalu senang melihat kehadiranmu

Di atas mimbar-mimbar pondok saat acara-acara resmi

Di lapangan luas yang biasa kita sebut california

Di gardu hijau dekat wangi bunga melati

Atau di depan diwan, dengan wajah teduh yang tak pernah surut

Wibawamu menjalar ke seluruh sudut kedamaian pondok

Menebarkan cinta dan keikhlasan yang tidak pernah kami pahami berapa takarannya

Bagaimana mungkin seseorang benar-benar menyerahkan seluruh hidupnya untuk santri-santrinya

Dari mana cinta ini berasal? Sangat indah, sangat besar

Kudengar, di sela-sela sakitmu kau mengingau pondok kita

Sebenarnya hatimu ini terbuat dari apa?

Cinta jenis apa yang kau berikan pada kami?

Berapa banyak kasih sayang sudah kau tanamkan?

Sanggupkah kami membalas cinta sebesar itu?

Kau benar, kau bukan guru kami ! Lebih dari itu, kau orang tua kami !

Terimakasih untuk keikhlasan, ketulusan, dan cinta yang kau contohkan pada kami

Beristirahatlah wahai ayahanda

Kau sudah lelah, Allah sayang padamu, hingga Ia ambil kau dari kami

Tak apa, kami akan baik-baik saja, cinta ikhlasmu akan terus mendampingi kami

Walau raga kini telah terpisahkan oleh ruang dan waktu tak terbatas

Yogyakarta, dalam balutan rindu yang mencekam

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terimakasih🙂

Sambut Pemilu Serentak 2024, Siapkah Indonesia Terapkan E-voting?

Politik dan Berpolitik